Kamis, 05 Desember 2013



RESENSI KUMPULAN CERPEN
ANAK KEBANGGAAN





Judul Buku      : Robohnya Surau Kami
Pengarang       : A.A. Navis
Penerbit           : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005
Tebal Buku      : 148 (vi + 142)


Ali Akbar Navis atau yang lebih dikenal publik dengan sebutan A.A. Navis lahir di Kampung Jawa, Padang Panjang pada tanggal 17 November 1924. Navis belajar di INS Kayutanam dari tahun 1932sampai 1943. Sejak tahun 1968 kembali mengabdi untuk lembaga pendidikan yang didirikan oleh Muhammad Syafei itu. A.A Navis dikenal sebagai seorang sastrawan dan budayawan terkemuka di Indonesia yang menjadikan menulis sebagai alat dalam kehidupannya.

Beliau sudah banyak membuat berbagai jenis cerpen, puisi, novel, kumpulan esai, hingga penulisan biografi dan otobiografi. Pada tahun 1956, ia menulis kumpulan cerpen Robohnya Surau Kami. Didalam buku tersebut terdapat 11 cerpen. Pada salah satu cerpen yang berjudul “Anak Kebanggaan”  beliau memberikan sentuhan yang membuat pembaca benar-benar terbawa dalam jalan ceritanya.
Secara keseluruhan tema yang diangkat adalah  Keagamaan.Bahasa yang digunakan menggunakan bahasa yang bermajas. Berlatar tempat di Rumah Ompi, berlatar waktu pada pagi hari, siang hari, dan sore hari.

Pada cerpen “Anak Kebanggaan” terdapat 1 tokoh utama, dimana seorang ayah yang sangat membanggakan anaknya dan sangat menginginkan anaknya menjadi seorang dokter ataupun insinyur.
**
Ompi, laki-laki yang ditinggalkan istrinya semenjak 12 tahun, tinggal bersama anak semata wayangnya yang sangat ia  sayangi, semua perhatian kasih sayang  Ompi tertuju untuk anak kesayangannya.
Sebut saja Indra Budiman yaitu anak kebanggaan Ompi, karena dia mampu memberikan nilai-nilai disekolahnya pada Ompi dengan nilai yang baik. Ompi sangat yakin bahwa anaknya kelak akan menjadi seorang dokter, yang sangat ia cita-citakan.

Semenjak Indra Budiman pergi ke Jakarta untuk berkuliah dengan jurusan kedokteran, Ompi sangat yakin kelak cita-cita anaknya akan tercapai itu dilihat dari setiap semester, anaknya selalu mengirimkan nilai-nilai rapor yang baik kepada Ompi. Namun Ompi, berprasangka bahwa banyak orang yang membicarakan tentang kesuksesan anaknya, disitu Ompi merasa angkuh.

Ompi merasa bahwa anaknya harus segera ditunangkan, dikampungnya seorang gadislah yang harus meminang laki-laki  namun, dikampung Ompi tak seorangpun orang tua yang ingin mengawinkan anaknya dengan Indra Budiman. Ompi pun merasa dendam, jika nanti anaknya sudah menjadi dokter dia akan memamerkan anaknya kepada gadis-gadis dikampungnya, betapa menyesalnya mereka tidak memilih Indar Budiman.
Namun Ompi yakin Indra Budiman akan mendapatkan gadis-gadis di Jakarta yang tentunya lebih cantik dibandingkan dengan gadis-gadis yang ada dikampungnya.
Dengan keadaan Ompi yang berada dikampung sedangkan Indra Budiman di Jakarta, maka Ompi selalu mengirimkan surat yang berisi foto-foto gadis cantik yang tidak peduli apakah gadis-gadis itu sudah menikah atau belum, masih hidup ataupun sudah meninggal kepada anaknya Indra Budiman.
Disaat Ompi kehabisan foto-foto gadis itu karena ia tidak dapat mengirimkan kepada anaknya lagi, Ompi merasa gelisah, mengapa Indra Budiman tidak mengirimkan surat pada ayahnya.

Suatu hari, pak Pos mengantarkan surat kepada Ompi, betapa berdebarnya hati Ompi ternyata surat yang dinanti-natikan sudah lama akhirnya datang. Ompi tak percaya, ternyata pak Pos mengembalikan semua surat-surat yang ia kirimkan pada anaknya.
Semenjak itu Ompi jatuh sakit ia menderita lahir dan batin. Hanya satu hal yang ia nantikan yaitu surat dari Indra Budiman. Ia nampak kurus dengan mata yang lebar dan redup.
Ompi tidak lagi memanggil dokter, karena itu dapat memperdalam risau hatinya, mengingat Indra Budiman akan menjadi dokter, namun  tak sepucuk suratpun datang darinya.

Pada suatu hari terjadilah apa yang ku duga, pak Pos datang tepat pukul jam 11 siang, ia mengantarkan sepucuk telegram. Telegram tersebut dari Indra Budiman anak kebanggaan Ompi. Sontak Ompi menyuruhku untuk membuka telegram itu, namun belum sempat dibuka Ompi langsung mengambil telegram itu dari tanganku. Betapa gembiranya hati Ompi sampai-sampai ia tidak mau kegembiraan itu akan membuatnya mati lemas. Ompi tidak membuka telegram itu, ia cium telegram itu sampai tangannya terkulai dan matanya redup dan telegram itu jatuh terkapar dipangkuannya.
**
Dalam menuliskan cerpen “Anak Kebanggaan” pengarang menggunakan bahasa yang bermajas sehingga sangat sulit untuk dimengerti dengan cepat meskipun dengan gaya bahasa seperti itu cerpen terlihat menjadi indah.
Meskipun begitu, dari penggunaan bahasa yang terlalu bermajas itu sangat cocok bagi siswa khususnya siswa SMA yang ingin belajar sastra ataupun yang  menyukai sastra.
Cerpen yang dituliskan pengarang dapat memberikan nasihat bahwa kita sebagai manusia hendaklah selalu rendah hati dan selalu mengingat kepada Tuhan, bahwa manusia itu hanya bisa berencana dan semuanya Tuhan-lah yang memutuskan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar