RESENSI KUMPULAN CERPEN
ANAK KEBANGGAAN
Judul
Buku : Robohnya Surau Kami
Pengarang : A.A. Navis
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
2005
Tebal
Buku : 148 (vi + 142)
Ali Akbar
Navis atau yang lebih dikenal publik dengan sebutan A.A. Navis lahir di Kampung
Jawa, Padang Panjang pada tanggal 17 November 1924. Navis belajar di INS
Kayutanam dari tahun 1932sampai 1943. Sejak tahun 1968 kembali mengabdi untuk
lembaga pendidikan yang didirikan oleh Muhammad Syafei itu. A.A Navis dikenal
sebagai seorang sastrawan dan budayawan terkemuka di Indonesia yang menjadikan
menulis sebagai alat dalam kehidupannya.
Beliau sudah
banyak membuat berbagai jenis cerpen, puisi, novel, kumpulan esai, hingga
penulisan biografi dan otobiografi. Pada tahun 1956, ia menulis kumpulan cerpen
Robohnya Surau Kami. Didalam buku tersebut terdapat 11 cerpen. Pada salah satu
cerpen yang berjudul “Anak Kebanggaan”
beliau memberikan sentuhan yang membuat pembaca benar-benar terbawa
dalam jalan ceritanya.
Secara
keseluruhan tema yang diangkat adalah Keagamaan.Bahasa
yang digunakan menggunakan bahasa yang bermajas. Berlatar tempat di Rumah Ompi,
berlatar waktu pada pagi hari, siang hari, dan sore hari.
Pada cerpen
“Anak Kebanggaan” terdapat 1 tokoh utama, dimana seorang ayah yang sangat
membanggakan anaknya dan sangat menginginkan anaknya menjadi seorang dokter
ataupun insinyur.
**
Ompi,
laki-laki yang ditinggalkan istrinya semenjak 12 tahun, tinggal bersama anak
semata wayangnya yang sangat ia sayangi,
semua perhatian kasih sayang Ompi
tertuju untuk anak kesayangannya.
Sebut saja
Indra Budiman yaitu anak kebanggaan Ompi, karena dia mampu memberikan
nilai-nilai disekolahnya pada Ompi dengan nilai yang baik. Ompi sangat yakin
bahwa anaknya kelak akan menjadi seorang dokter, yang sangat ia cita-citakan.
Semenjak
Indra Budiman pergi ke Jakarta untuk berkuliah dengan jurusan kedokteran, Ompi
sangat yakin kelak cita-cita anaknya akan tercapai itu dilihat dari setiap
semester, anaknya selalu mengirimkan nilai-nilai rapor yang baik kepada Ompi.
Namun Ompi, berprasangka bahwa banyak orang yang membicarakan tentang
kesuksesan anaknya, disitu Ompi merasa angkuh.
Ompi merasa
bahwa anaknya harus segera ditunangkan, dikampungnya seorang gadislah yang
harus meminang laki-laki namun, dikampung
Ompi tak seorangpun orang tua yang ingin mengawinkan anaknya dengan Indra
Budiman. Ompi pun merasa dendam, jika nanti anaknya sudah menjadi dokter dia
akan memamerkan anaknya kepada gadis-gadis dikampungnya, betapa menyesalnya
mereka tidak memilih Indar Budiman.
Namun Ompi yakin
Indra Budiman akan mendapatkan gadis-gadis di Jakarta yang tentunya lebih
cantik dibandingkan dengan gadis-gadis yang ada dikampungnya.
Dengan
keadaan Ompi yang berada dikampung sedangkan Indra Budiman di Jakarta, maka
Ompi selalu mengirimkan surat yang berisi foto-foto gadis cantik yang tidak
peduli apakah gadis-gadis itu sudah menikah atau belum, masih hidup ataupun
sudah meninggal kepada anaknya Indra Budiman.
Disaat Ompi
kehabisan foto-foto gadis itu karena ia tidak dapat mengirimkan kepada anaknya
lagi, Ompi merasa gelisah, mengapa Indra Budiman tidak mengirimkan surat pada
ayahnya.
Suatu hari,
pak Pos mengantarkan surat kepada Ompi, betapa berdebarnya hati Ompi ternyata
surat yang dinanti-natikan sudah lama akhirnya datang. Ompi tak percaya,
ternyata pak Pos mengembalikan semua surat-surat yang ia kirimkan pada anaknya.
Semenjak itu
Ompi jatuh sakit ia menderita lahir dan batin. Hanya satu hal yang ia nantikan
yaitu surat dari Indra Budiman. Ia nampak kurus dengan mata yang lebar dan
redup.
Ompi tidak
lagi memanggil dokter, karena itu dapat memperdalam risau hatinya, mengingat
Indra Budiman akan menjadi dokter, namun
tak sepucuk suratpun datang darinya.
Pada suatu
hari terjadilah apa yang ku duga, pak Pos datang tepat pukul jam 11 siang, ia
mengantarkan sepucuk telegram. Telegram tersebut dari Indra Budiman anak
kebanggaan Ompi. Sontak Ompi menyuruhku untuk membuka telegram itu, namun belum
sempat dibuka Ompi langsung mengambil telegram itu dari tanganku. Betapa
gembiranya hati Ompi sampai-sampai ia tidak mau kegembiraan itu akan membuatnya
mati lemas. Ompi tidak membuka telegram itu, ia cium telegram itu sampai
tangannya terkulai dan matanya redup dan telegram itu jatuh terkapar
dipangkuannya.
**
Dalam menuliskan
cerpen “Anak Kebanggaan” pengarang menggunakan bahasa yang bermajas sehingga
sangat sulit untuk dimengerti dengan cepat meskipun dengan gaya bahasa seperti
itu cerpen terlihat menjadi indah.
Meskipun
begitu, dari penggunaan bahasa yang terlalu bermajas itu sangat cocok bagi
siswa khususnya siswa SMA yang ingin belajar sastra ataupun yang menyukai sastra.
Cerpen yang
dituliskan pengarang dapat memberikan nasihat bahwa kita sebagai manusia
hendaklah selalu rendah hati dan selalu mengingat kepada Tuhan, bahwa manusia
itu hanya bisa berencana dan semuanya Tuhan-lah yang memutuskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar